Selasa, 21 September 2010

n u q t h a h . . .

Aku adalah satu titik di antara ke Maha Kuasa-an Mu Tuhan...
Aku tak lebih berharga dari apapun, ketika Engkau telah Berkehendak atas hidupku

Maka aku belajar menggadaikan hidupku hanya pada-Mu. Belajar menyadari, bahwa aku tak akan berkeinginan atas hidupku, kecuali menjadikannya sebagai sebuah amanat dari-Mu.

Aku adalah sebuah titik Tuhan, diantara Qadha' dan Qadarmu. Mulai belajar mengerti, bahwa Engkau Maha Berkeinginan penuh atas apa yg terjadi dan apa yang akan kujalani sepanjang hidupku.

Aku adalah sebuah titik Tuhan, diantara kepastian-Mu atas langit dan bumi. Bahwa segala kehendak-Mu adalah yang paling baik, dan keinginan serta hasratku adalah ego. Maka aku akan belajar menyeimbangkan hidupku, memohon dengan kerendahan hati, mengajak diriku sendiri, agar belajar mengerti, bahwa setiap keinginanku akan selaras dengan iradah-Mu.

Aku adalah sebuah titik Tuhan, maka bimbinglah aku, agar menjadi rendah dalam pandanganku sendiri, dan mulia di hadapan-Mu serta makhluk ciptaan-Mu

Aku berserah diri penuh pada-Mu, wahai Engkau Yang Maha membolak-balikkan hati, atas hidup dan matiku.
Maka bimbinglah aku, menuju jalan yang Engkau Ridhai..., amien.


21 september 2010,
Sebuah Refleksi Senja


.

Sabtu, 18 September 2010

ketika kian jauh

Menceritakanmu kembali, adalah luka. Bahkan ketika ingatan itu menjejali malam-malam yg terlintas, itupun luka.

Kau tak pnah lebih dari sebuah obsesi terbungkus raga nyata. Egomu berkibar gagah di tengah kenaifanku. Dan kau... tetap saja jumawa dalam gamis duniamu.

Kau tak terfahamkan, sama seperti ketidak selarasan hati dan ucapanmu. Kau membingungkan, sama seperti kepincangan waktu yang terbuai bualanmu.



Fa'mal ma syikta, fa sa ab'aduka mahlan..., kama tab'aduni thulal waqt...
Fangdzur mal waaqi'... Hehehe... ;-)

*haa ana dzaa*
(19 sept 2010)


.

Senin, 14 Juni 2010

sosok dibalik kursi tua...

Aku ingin sepertimu....

meyatu dalam malam-malam yang terbius dzikir.
menguras peluh membangun menara.
berkalung sorban bermahkota keihlasan.
garang menantang kedengkian.

Atau...
Setidaknya aku mampu menghalau riak badai dengan kearifan
Membuat semua kepala mengangguk tanpa doktrin

Betapa kau hanya cukup
Berkendara hati yang lapang menuju syurga
Beralas keteguhan hati melangkah

Tenang...
Matang...
Bijak...

Kau mampu menghitung segala hal tanpa harus matrealistis
Kau mampu merangkul dunia meski tubuhmu kian renta

Kau memang pendekar...
(Aku selalu tersenyum bila mendengar/mengatakan kalimat ini)
Kau pribadi unik
Pribadi yang angkuh, tapi bergelimang cinta
Pribadi santun, tapi keras kepala
(Tapi sepertinya aku lebih keras kepala darimu, hehehe..)
Pribadi yang mahal bermurah kata, tapi humoris

Betapa aku harus belajar banyak darimu...

Semoga Tuhan memberimu umur panjang, melipatgandakan kesabaranmu, dan melapangkan jalan rizqi bagimu. Amien.

Diantara angin yang melimbungkan batang pepadian sawah,
31 mey 2010.

.

Jumat, 28 Mei 2010

tetap HILANG >>>>>>>

Terlalu encer
Ketika butiran keypad itu
Menggerus pagi
Atau bahkan terasa tak bernyali
Ketika sekian ruangan berasap
Oleh matahari yang membakar

Oooooiy....
Senyawa memainkan keutuhan
Yang merapuh
Seakan dunia berkurang isinya
Menekan kecemasan dalam-dalam
Berharap-harap risau

Pagi yang SE-A-KAN sempurna...

Secuil puisi di batas alam rekaan
Menerka fluida yang mengaliri jantung
Dari sekian detakan yang samar
Memacu kenang-kenangan
Yang mendadak sangat biasa

"Sebuah kenyataan yang utopis",
Fuihhh....................
........................

Seperti secangkir kopiku kali ini,
Yang mendadak membuat duniaku
Super simple
Atau bahkan penuh lobang?
Waaaowww....!! Amaaaazing....!!

(Ternganga mendapati kesadaran yang berjingkat....kembali pulang ke rahim yg melahirkannya... )

EPILOG.....;
Ketika tinggal beberapa tegukan terakhir
Ampas di dasar cangkirku ternyata Sebuah perasaan hambar
"aku kehilanganmu"...
Ber-uuuuuuu-lang kali.


Bumi kering, 06 maret 2010.

.

kau, aku, dan kekosongan

Separuh malam terselip di sela belukar. Merangkai keheningan dalam setapak basah. Langkahku terus terayun, memahami masa yang tertimbun ke"fana"an...

Aku mempertanyakan tentang relatifitas yang kembali terbentur dinding. Aku mengurai tentang aroma pagi yang tersungkur di meja kecil ini.
Semua kembali di satu titik. Nihil.


.

"kilasa hati di pagi buta" (sajak cinta buat bunda...)

Engkau adalah mata air kehidupan
Mengalirkan cinta tanpa pamrih

Engkau pemilik hati maha luas
Terhadap setiap noda yg kuretas

Engkau garis tegas yg tergambar
Memberi batasan jelas
Tentang makna hidup dan kehidupan

Langkahmu pasti
Gerakmu tak berbatas
Pelukanmu menghangati bumi
Cintamu sanggup membakar kegelisahan yg menghimpit
Bahkan setetes air matamu mampu membuat nafasku terhenti

Heeey...
Lihatlah..., seluruh dunia tengah menghimpun doa buatmu hari ini
Tersenyumlah, maka hari ini pasti akan penuh keberkahan
Lupakan sejenak,
Nota-nota yg terbiar, giro yang pelum terbayar, orderan yg belum terkirim...
Atau apa saja yg membuatmu jengah

Pejamkan matamu sejenak
Biar kupeluk tubuhmu yang mulai renta
Biar ku alirkan cintaku yg deras
Memberimu ciuman bertubi-tubi
Membuatmu merasa lengkap
Bukan karna keberadaanku,
Tapi karna cintaku tak pernah renta
Cintaku selalu berevolusi untukmu
Cintaku selalu mengejawantah padamu
Setiap detik, dalam kausalitas waktu
Tak peduli lagi....,
kau sadari itu atau tidak

"SELAMAT HARI IBU" Umi'....

Sungkemku,
Elly faidah ahmad..., sebongkah raga yg ada karna cintamu.

sebuah catatan dari balik waktu

Aku ingin kita bicara
Tentang perjalanan selama 7 hari
ke lombok yg kita impikan
Seraya memainkan ujung rambutmu
Yang menari tergerak angin

Atau, kita bicara tentang embun
sekedar menemanimu menghabiskan pagi
Dengan sesekali menyodorkan keningku nakal...,
Memintamu menciumnya
(Pikiranku mulai tekan ngendi2 je...)

Lihatlah...
Betapa waktu telah semakin tua
Mereka semakin menjebak kita
Dalam ragam warnanya yg memabukkan
Sementara aku tetap saja disini
Meraupmu dalam hantaran angin

Atau, ajarkan saja aku menjadi naif...
Senaif dirimu yang masih bisa bekerja membabibuta.., marah.., tertawa.., cemburu...
Senaif kebahagiaan di dunia 'aneh' kita
Karna di setiap detik kala kenyataan mulai bersinggungan,
Aku merasakan sakit yg begitu menusuk
(Aku hampir saja gila, merasakan engkau yg terasa dekat, namun begitu jauh untuk kusentuh....)

Aku ingin keberadaanku bukan semata
Rentetan pertanyaan lagi...
Atau penghakiman atas sekian panjang ketidak mengertianmu
Peluklah jantungku sepanjang waktu yang kau inginkan
Dan hitunglah detakannya
Sebanyak itulah aku merindukanmu
(Jenguklah aku...sebentaaar saja. Biar aku bisa berkaca dimatamu, dan merasakan diriku ada dalam dirimu...)

«•~..."Adinda", sepotong hati dalam kurun waktu berlalu...~•»

.

N I S K A L A . . . . . (?)

Seperti titah Tuhannya
Hati itu tak akan mengkultuskanmu
Diatas taqdir yang berhembus
Memaksakan gemercik embun
Bermuara dicangkir paginya
Setiap yang di inginkan

Biar saja pagi merangkak
Sewajarnya pagi
Tetap mendulang embun dan matahari
Merangsek di sela pori-pori bumi
Toh semua hanya kelindaran yang
Selalu ada

Tak usah menelisiknya risau....
Sejarah itu telah kumal
Dan bingkai reyotnya sebatas
Memaksimalkan rasa lukanya
Sebagai seonggok daging yang tengah lumpuh

Ungkapanku terlalu CENGENGkah...?

Ah....
Itu hanyalah ungkapan retoris sayang...,
Aku bertanggung jawab penuh atas kalimat-kalimat yang menurutmu "klise" dan "murahan" itu.
Hehehe.....

EPILOG.....
Air mata dan senyuman, adalah dua hal yang selalu akan teralami. Semua hanya visualisasi, dari kualitas manusia yang tak bisa dihindari....

Keniscayaan yg kembali pulang,
05 maret 2010

.

Gombal Mukiyo

Cuaca demi cuaca memperbudakku,
Menerjemahkan absurditasmu.
Kau adalah perca dari lipatan nadi,
Berserak....
Tak mampu kurajut untuk kueja.

Aku, dengan kejengahanku
Menantikanmu rampung berdansa
Dengan bebuih langit yg berkelip.
Aku, dengan bualan waktu
Mengesampingkan realitas nakal itu
Meski kadang semuanya memuakkanku.

Hingga......

Sederet angka dan kalimat
menyembur dari lembaran senja. Menusuk batin.
Ada udara aneh dalam ruang mu
Ada pemaknaan yg di paksakan,
ketika ambisimu mengingisyaratkan bahwa....,
"kau selalu baru, aku yang usang".


Masih meringkuk, dalam duniamu yang melelahkan....., 04 maret 2010


.

kau..., separuh jiwaku yang lain

Jika aku bisa, meminta Tuhan memperpanjang tahun di setiap keajaiban yg kutemui padamu, aku akan memintanya dengan cara apapun.

Jika aku bisa, membuatmu berhenti disatu titik, dimana kau punya rasa cinta yang penuh dlm setiap pelukanmu untukku, aku akan melakukannya dgn cara yang benar.

Jika aku bisa, aku ingin akulah orang terpenting dalam hidupmu setelah Tuhan dan Rasuln-Nya, aku akan mewujudkan keinginanku dalam jalan ridha-Nya.

Jika aku mampu, menjadikan diriku tauladan bagimu, tempatmu kembali atas segala kesenangan dan kesedihan hidupmu, aku akan mendidik diriku mati-matian untukmu.

Kau bukan sekedar "anak" ku, kau adalan karunia, amanat, dan nyawaku. Kau adalah tempatku belajar ttg kehidupan, tempatku memandang realita tanpa ego, tempatku bercermin. Kau adalah kontrol langkahku, kekuatan hidupku, dan pelecut semangatku.

"Ibu'..., nembe mantuk nggih, mriki, bobok kalih de' sabiq. Ibu', nek pingin mimik tuyo sanjang de' sabiq nggih, mangke di pundutke de' sabiq, ibu' kan sayah.....".

Atau sesekali kau bilang;

"Ibu'..., sing sayah pundi? Sukune di pijeti de' sabiq nggih?". "Mboten usah ah le..., ibu' mboten napa2 kog. Lha kinging napa kog pingin mijeti?". "Lhooo..., ibu' kan saaayah, trus...de' sabiq kan sayang iiiiibu'...."

Atau saat bangun tidur, dan tiba2 jari2 mungimu ada d antara mataku, juga keningku, seraya berkata:

"Eco nggiiiiihh..., di pijeti de' sabiiiiq? Ibu' remen mboten? Hehehe.... De' sabiq syaaang kaleh bu'...."

Juga saat kau sangat menginginkan seorang "adik", aku bahkan tak menyangka kau akan meminta dengan caramu yg begitu santun;

"Bu' buuu'....., ibu' remen mboten kalih adek alit?". "Kinging napa nak?". "de' sabiq pingin gadah adek alit, ben wonten rencange". "Wahh..., gadah adek alit niku repot lho le, nggih sayah juga. Trus mangke nek wonten adek alit, de' sabiq bobok kalih sinten hayo? Ibu' kan mesti ngeloni adek alit-e tho?". "Ngeten lho buuu'.... Nek wonten ade' alit, mangke de' sabiq bobok-e kalih ayah mawon. Trus mangke nek siang, ben de' sabiq sing momong, trus nek mular, de' sabiq sing nggendong. Mangke kan di jak dolaaanan ben mboten mular. Lha ibu' mangke masak mawon, ben mboten sayah, pripuuun?"

[Ahhh......., kau selaaalu saja membuat sebuah percakapan berakhir dengan pelukan dan cinta yg tertumpah ruah biq..., Bagaimana kau bisa nak....?]


23 mey 2010.
••» Catatan kecil di ambang pagi, ketika kau ajari ibu' shalawatan yg baru kau bisa dan biasa kau lantunkan usai adzan di surau sebelah rumah beberapa hari terakhir ini.... *wa miftaahi baabil yasar, sayyidinaa muhammadinil mukhtaaaaar....* ••»


.

Selasa, 16 Maret 2010

Meretas setapak dalam kabut, bersamamu...

Mengajakmu ke pasar tradisional pagi tadi biq....

Berboncengan naik polygon biru tua. Tanganmu melingkar erat di pinggang ibu. Kita menikmati pagi diantara ribuan hektar tanaman padi, sesekali mendengar gemercik aliran sungai-sungai kecil di sela pematang sawah. Kau berceloteh riang tentang betapa gembiranya kau bisa pergi bersamaku kali ini.

Ibu saaangat menikmatinya...

Sampai di pasar, dengan sabarnya kau menanti ibu selesai berbelanja. Sesekali kau tanya tentang ikan asin yang kau kira snack, kau tanya tentang bawang bombay yang menurutmu mainan lucu, sesekali juga kakimu berjingkat jijik oleh genangan air di lantai pasar yang becek. Hehehe....kau pasti risih ya....

Jatah ibu membeli semua kebutuhan lesehan telah selesai. "Ibu' sampun mantun?", katamu. "Nggih, sampun. D'abiq badhe nyuwun napa?". "Saumpami nyuwun dolanan angsal mboten?". "Dolanan napa? Dolanane kan pun kathah?". "Nggih napaaa...ngoten. Mirsani rumiyin nggih bu'...?". "Wokkeee......, ayuuuhhh....".

Kita pun berkeliling pasar, sambil sesekali kau jengah, ketika ibu terpaksa beberapa kali berhenti untuk menyalami dan saling menyapa tetangga2 yang kebetulan bertemu atau berdagang disana.

"Biiiq..., wonten rasukkan ipin upiiinn..., purun?" Tanyaku. "Mboten ah, rasukkane tasik kathah, dolanan mawon nggih?". (Waaa...., pinteeerr....., jatahe ra okeh-okeeeh, bathinku, qiqiqiqiq.......). Akhirnya kau pilih mainan yang kau suka. Mobil-mobilan sederhana, kau pilih yang menurutmu kau belum memilikinya. Hhhmmmm.......

Acara membeli mainan dan belanja telah selesai. Ibu mengajakmu kembali ke tempat belanja pertama untuk membayar dan menata bawaan pulang. Lagi-lagi kau sabar menunggu.
Mata mungilmu mulai berputar-putar (seperti mata tom yang gagal mengejar jerry dan terbentur pagar halaman, huihihiiii....lucu!!). Bibir mungilmu perlahan membentuk oval. Kau melongo biq...!!! Hahahaaa....

"D' abiq kinging napa?" Tanyaku, "bingung?". "Hehehe....inggih bu'. Teng mriki kog mbulet nggih, bingung d'abiq. Tiyange kog kuuuuwathuuuuwah nggiiihh....?" Sambil mata indahmu terus menelisik ke tengah kerumunan orang-orang, untuk kemudian kau sandarkan tubuhmu ke ibu' (wajahmu lucuuu sekali saat itu biq. Ibuu pun tak tahan untuk memeluk dan menciumimu. Ibu masih tertawa, sembari memberimu ciuman bertubi-tubi, dan kau....masih terbengong-bengong permanen, hahahaaa.... biiiq..biq).

Aku tau nak, pasar bukan tempat yang kau suka. Pasar tradisional itu bau, dan kotor. Dan kau sangat tidak terbiasa dengan suasana seperti itu. Sebenarnya ibupun juga. Tapi taukah kau, ada banyak hal yang ingin ibu sampaikan dari sana. Kelak kau akan mengerti, dan paaasti kau akan merindukan kembali saat-saat seperti tadi....., "suatu pagi, kepasar tradisaional bersama ibu".....

Sukomoro yang beranjak dari lengangnya subuh,
15 februari 2010.

.

Minggu, 21 Februari 2010

Serenade Senja

Limabelas menit. Langit menjadi poros hentakan sayap-sayap mungil yang mengepak. Melukis awan yang mulai meng-abu abu dengan titik-titik dinamis. Ah...benar-benar nuansa malam di ujung senja.

Lima belas menit. Udara sore itu mengejang. Membekukan nanar mata yang tandas terkuras. Ada lipatan pilu di balik udara dingin. Ada jemari kaki yang bermain di ujung genangan keruh. Menggeliat, melentur, menghentak.

Limabelas menit. Harmonisasi jengah yang berujung di bumi basah. Semangkuk keengganan terkulai. Meliuk-liuk dalam genggaman kepasrahan. Indah, tapi ini adalah kegilaan tanpa konsep, pppfffhhhhh...

Limabelas menit. Jiwaku menyuguhkan sekotak cinta. Pagelaran sarat ketakjuban yang membunuh waktu perlahan-lahan. Dan inilah aku. Kesadaran murni ketika setiap inci nafas adalah ketabahan.

Lima belas menit. Matahari mengintip risau di sela awan. Seolah mengusirku dari kebisuan. Tapi disinilah aku....dalam diam yang menguatkanku.


Tanah basah, 21 februari 2010

.

Kamis, 18 Februari 2010

'Evolusi Emosional'..., ketika rasa cinta belajar dewasa

Membingkai ketiadaan dalam pemahaman yang kian beringsut dari celah keihlasan

Aku, kau, dan beberapa helai hasrat itu seakan terus berotasi

Kesenjangan, perbedaan, dan kerinduan. Semua lebur, bertafakur dalam emosi yang mengalur

Saat itu, ekspresimu adalah nafasku
Jemarimu, adalah tarian senyum di ujung bibirku
Dan cintamu, adalah harmoni hidupku

Aku mencoba berkolaborasi dengan waktu
Mencoba meleraimu dari tangis nakalku
Mendewasakan rasa, ketika emosi bergejolak

Karna engkau bukanlah sebuah kebetulan
Bukan pula sebuah ketidaksengajaan
Engkau adalah skenario Tuhan untukku

Jadi biarlah aku egois tentangmu
Mengakarkanmu dalam tekstur hati,
Sampai nanti....
Sampai pemahamanku tak mampu membuatmu mengerti


Dalam gerimis, ditepi pematang sawah...
18 februari 2010


.

Kekasih Tak Lagi Bisa Menanti.....

Sampai di sini...,
Ketika senjakala meremas hati
Aku menunggumu di balik gerimis
Hingga alam pun meranggas di pelupuk musim

Sampai disini...,
Ketika jemari kehilangan eksistensi
Aku hanya mampu menahan
Gejolak yg mulai menjadi pecundang

Sampai disini...,
Anyir aroma kenangan itu sangat menyengat
Menusuk hingga tawa berubah
Menjadi erangan yg meringkuk gusar

Sampai disini...,
Akalku tak lagi menyusutkan kecemburuannya
Terhadap dunia yg kian menyusutkanmu
Dari batas verbal yg mengejawantah

Akhirnya sampai disini...,
Kekasih tak lagi bisa menanti..........

Ketika bumi kian lengang,
16 februari 2009.


.

Rabu, 10 Februari 2010

kenap usang disudut jantung

Setidaknya garis2 langit yang tersisa itu masih sanggup berbicara.
Tentang kekinian yang tak lagi menapak. Atau penggalan-penggalan lalu yg sebatas bingkai melapuk.

Setidaknya angin pagi itu masih menembus rongga waktu.
Mencuri keindahan pagi untukku. Menggumpalkan ceceran kalimat yg memburai entah termakan apa..., siapa...

Setidaknya aku masih disini.
Menikmatimu dalam gemersah tawa kering. Karna udara yang membuatmu mampu kuhirup telah menerbangkanmu hingga ujung langit.


Kau...
Dalam ingatan
Ketika hanya kau, yang begitu meruang dan membuatku kalang kabut.

Kau...
Dalam renungan
Ketika detakan semakin kencang memicu jantung waktu.

Kau...
Dalam kehilangan
Ketika musim hujan justru mencetak petak-petak kering di ladang pagi

Dan kau...
Dalam kekosongan
Ketika malam kembali mempertanyakan tentangku padamu




*--...Inilah aku, realitas gamang bagimu...--*
Tanah basah di sisi sungai, 10 februari 2010

.

Beranda....., kian terasing

Biarkan aku mencintaimu diam-diam. Hatiku toh hanya segumpal daging merah. Tak kan mampu menguasaimu. Disana hanya dapat menyimpan sobekan waktu yang terbiar...kala tarian gerimis berdansa dipucuk daun padi.

Biarkan aku merindukanmu diam-diam. Adaku pun toh hanya di ujung jalan. Aku tak kan punya cukup bekal bertamu padamu. membawakanmu setangkup gejojak yang semestinya maumu...ketika jalan yg kau bentang begitu panjang.

Biarkan aku merasakanmu diam-diam. Aku toh hanya sebuah "kesederhanaan". Yang tiba-tiba tersangkut di ranting malam...kala hasrat keabadian menetes di reruntuhan awan.

Jantung hati....
Kau adalah ikrar hati
Bahkan ketika Tuhan Yang Maha Romantis
Mengutuk bumi
Kau adalah dengkuran yang berulang
Ketika pagi enggan berdebat dengan mata
Kau adalah gemercik ketenangan
Ketika keheranan merangkum sekian tanya

Dan kau, jantung hati....
Kau adalah epilog,
Ketika cinta tak lagi tenggelam
dalam pemahaman hidup yang sama sekali dangkal.


dinding bambu,
ketika senyap mencaci hujan 06 februari 2009