Selasa, 25 Maret 2008

yg tercinta, SABIQ

nduk, bertahanlah. mungkin saat ini Tuhan mulai tresna marang sliramu. segala kerikil yang membuat langkahmu terantuk dan luka, mungkin adalah sebuah pertanyaan..sebesar apa dirimu teguh pada cinta yang teruntukkan pada-Nya. atau, mungkin Dia sekedar menguji, seberapa dalam hatimu bisa mengurai nikmat yang Dia berikan.

jangan mudah silau nduk. dunia ini hanya fatamorgana yang harus kau lewati. apa yang kau punya sesungguhnya bukan mutlak milikmu. jangan juga mudah menyerah. karna waktu-waktu yang membuatmu goyah tak kan pernah lebih kuat dari keinginan dari dasar hatimu untuk terus bangkit dan melangkah. tidak perlu bersandar pada sesuatu yang tidak menginginkanmu. tak perlu membuat suasana yang dekat pada semua yang melemahkanmu. tak perlu juga membuat dirimu ada diantara yang tidak mengerti arti keberadaanmu. tak perlu menebar kasih pada semua yang tak mampu menghargaimu.

berdirilah diatas kedua kakimu sendiri nduk. jangan biarkan orang lain memicingkan mata, memandangmu dengan sebelah mata. engkau adalah berlian bagi cinta dihati anakmu. engkau adalah tangan-tangan bagi pegangan kala dia terjatuh. engkau adalah sandaran paling teduh bagi air mata yang mengalir di lembut pipinya. engkau adalah lentera yang akan menerangi jalan panjang yang akan dia tempuh nantinya. engkau adalah segalanya bagi dia nduk...karna lihatlah,ternyata begitu dalam cintanya padamu. cinta yang tanpa pamrih, cinta yang hanya tau kebahagiaanmu.


.

Sabtu, 22 Maret 2008

petang yang tanpa rasa

aku mulai bosan dengan hujan. yang terus saja memuntahkan kebekuan. aku membenci suasana yang dibawanya padaku, membenci rasa yang digelarnya padaku. hari ini, adalah hujan yang kesekian kalinya. memagut lorong-lorong pengap jantungku

seperti kopi dengan racikan tak sempurna aku, atau roti bakar tanpa selai seujung sendokpun. hambar. tak berasa. tak berkutik. beku. beku. beku. seperti petang yang mulai deras, petang yang pekat, petang yang tak henti menghujam mata. petang yang membuat jemu

ruang 3x3 sore tadi. benar-benar memuncakkan rasa. tapi mengapa juga musti kupukul keras-keras dadaku? toh himpitannya tak luruh juga. semuapun kacau dalam kedataran. dan begitulah, akhirnya kubenamkan diri pada air dingin yang tersisa. byurrr....

.

Kamis, 20 Maret 2008

semu

ketika belum hilang
gemersah mimpi yang melenakan
dirimu mulai beranjak menjauh
dari ingatan, desahan
aku inginkan dirimu dalam angin
yang kuhirup
aku mengharapkanmu dalam
setiap ingatan waktu
namun ternyata tak sekuat itu
cintamu mampu kugenggam dalam
kalbu

.

Rabu, 19 Maret 2008

who im i...?

“Tidak ada sesuatupun yang lebih dekat kepadamu selain dirimu sendiri, jika kau tidak memahami dirimu, bagaimana kau bisa memahami orang lain? Kau mungkin berkata, “aku memahami diriku”, tetapi kau salah!…Satu-satunya yang kau ketahui tentang dirimu hanyalah penampilan fisikmu. Satu-satunya yang kau ketahui tentang ‘nafs’mu (jiwa) adalah ketika kau lapar kau makan, ketika kau marah kau berbuat keributan. Semua binatang memiliki kesamaan dengan dirimu dalam hal ini. Kau harus mencari kebenaran di dalam dirimu…

Siapa dirimu? Darimana datangnya dirimu dan kemana kau akan pergi? Apa perananmu di dunia ini? Mengapa kau diciptakan? Dimana kebahagiaan sejatimu berada?

Jika kau ingin mengetahui tentang dirimu, kau harus mengetahui bahwa kau diciptakan dari dua hal. Pertama adalah tubuhmu dan penampilan luarmu (zahir) yang dapat kau lihat dengan matamu. Bagian lainnya adalah jiwamu. Jiwamu adalah bagian yang tidak bisa kau lihat tetapi bisa kau ketahui dengan pengetahuanmu yang dalam. Kebenaran akan eksistensimu ada di dalam jiwamu. Hal lainnya hanyalah pengabdi bagi jiwamu.”

- Imam Al Ghazali

kehilangan

kehilangan...
seperti ada sesuatu yang tak lagi mampu ku jangkau. sesuatu yang semestinya ada dan terdekap, namun aku sama sekali tak kuasa membuatnya begitu. entahlah, aku yang takut, lemah, merasa tak layak, seakan tak berhak...atau apapun itu. aku memang tak p'nah mampu membendung air yang terlanjur mengalir, juga tak kan pnah mampu menghalau riuh tawa yg mulai melaju di sekujur tubuh. semua seperti tiba-tiba menjadi nyata. semua tiba2 begitu cepat membungkus dingin kulitku, dan menghangatkannya dengan kehangatan yang berlimpah.

kehilangan...
aku merasakan itu di setiap jedaku darimu. aku merasakan itu dikala aku hanya bisa terpekur dalam keintimanku bersama sederet romansa itu. lihatlah... betapa waktu telah mengubah kita! sampai saat ini, aku masih saja tak memiliki penjelasan, bahkan sedikit saja sketsa tentang semua yang terjadi. semuanya begitu fiktif, tak bisa di logika, sulit di cerna. tapi mengapa terasa sangat nyata? bahkan akupun benar2 merasa, menikmati, dan mengamini realitas yang tengah mempermainkanku itu. aneh, tapi asyik. unik, juga menggelitik. sederhana, tapi sangat menarik. hhh...

kehilangan...
seperti kesunyian yang menetes. sepi yg menusuk membuat perasaan itu membabi buta. jika saja tak ku tatap lekat2 diriku, masihkah mampu alurnya kusekat rapat-rapat...?
aku masih ingin disini... menikmati tawamu, ceritamu, risaumu, impian2mu, kerinduan2mu, kebimbanganmu, keteguhanmu, kenakalanmu, keusilanmu, keseharianmu, kepatuhanmu, kata hatimu, air matamu, bahagiamu...keseluruhan dirimu. biar semua kuraup dalam bingkai indraku selagi bisa. dan biar semua menjadi penghuni dalam tiap ruangnya.

.

yg tertunda

Tak perlu harus mencari sesuatu yang telah ada

Bukankah cinta telah memulasmu penuh

Seperti pelangi yang merangkul awan usai hujan?


Raih tanganmu, letakkan di dadamu

Rasakan aku, seluruh dirku

Bukankah namaku telah

Mampu menyertai detaknya?

Mengapa mempertanyakan sebaris kata

Tentang rindu yang merisau

Ataukah penjelmaan hati itu

Tak cukup memelukmu erat-erat?

Lihatlah…hujan mulai deras di pelataran rumah

Mengapa tak berusaha saja menghangatkan hati

Dengan kelebatan romansa yang ada


Nikmati saja

Segenap rasa yang kau punya

Dan biarkan aku

Menjadi yang tercantik dihatimu

Hari ini, esok, dan selamanya…


.

Senin, 17 Maret 2008

jangan pergi

menagkap gerikmu yang
menghentak-hentak
menyelami diriku, yang tiba-tiba
dangkal menyemai gelombangmu
hati tiba-tiba mendesah kalut
menepuk-nepuk kejengahan
aku gontai,
ada apa denganku...?
aku mencarimu dari waktu ke waktu
merengkuhmu dalam keruh kalimat-kalimat
merangkulmu dalam pelukan yang samar
meraihmu diantara angin
menemukanmu pada hati yang berbolak-balik
semua tentangmu
seharusnya ada dalam diriku
tapi mengapakah
engkau hilang dariku...?

.

Minggu, 16 Maret 2008

kabut

merenda detik-detik yang berlabuh
membawa suasananya
dalam diam yang membekukan
aku betul-betul terpekur
memikirkanmu, merasakanmu
dalam takaran yang tak kumengerti
telah bisakah aku mencakup segala rasa
membuatmu benar-benar ada
dalam seluruh diriku?

kabut pagi masih tersisa sederet
membawa suasana yang tak kusuka
dingin. sepi. hampa
mencakup segala nuansa dalam
masa paling surut jiwaku
aku sendiri, menikmati kopi panas
dalam secangkir yang kecil
mencari bayangku di permukaannya
menemukan gejolakku padanya

.

Jumat, 14 Maret 2008

pagiku

ini baru namanya pagi...! meski kabut begitu tebal membungkus bumi, tapi toh aku mampu juga membuat tubuhku yang ber-daster-ria ini berkeringat. hehehe...

"satu hariku selalu bergantung bagaimana pagiku"
. ada semacam sugesti yang entah darimana masuk, entah bagaimana tiba-tiba telah menyatu dalam diriku tentang itu. aku tiba-tiba saja begitu terbiasa dengan itu. sejauh mana aku bisa menjadikan pagi itu istimewa sebagai permulaan hari, sejauh itu pula aku akan merasakan hari yang bermakna. dan bagaimana bisa kuposisikan pagi itu dalam diri, seperti itu pula itu pula seluruh hari dalam 24 jam terlalui tanpa kekosongan.

berserah diri, menjadikan Dia satu-satunya tempat bersyukur dan mengadu. karena hidup memang untuk-Nya. seberapa besar aku mampu menempatkan diri dalam garis dan ketentuan-Nya, sebesar itu pula aku bisa dengan leluasa menikmati hidup. berusaha menjadi diri sendiri. berusaha nyaman dengan apa yang ada. berusaha menjalani semua dengan wajar, gak neko-neko. dan satu hal: aku musti belajar prihatin (seseorang menginspirasikanku tentang ini. mosok duwe karep gak gelem prihatin disik yo? hehehe... pengen mulai ni jo, smg Allah sll membimbingku untuk senantiasa istiqamah ya!)

.

buat inun

inuuun....,
duh, gimana gw musti berterimakasih ma lo yah? lo baek bgt deh! kapan2 bikinin lagi yooo....hahaha (ngarep...hiks)
gw jadi betah niy berlama-lama di blog. nuwun ya pren!
salam buat bapak ma bunda, salam juga buat sari, semoga kalian awet2...sampai kaki-nini! hehehe...


.

Kamis, 13 Maret 2008

lunglai

aku ingin pergi darimu sejauh kubisa. meninggalkan ragam hari yang terwarnai oleh kias hati kita. biarkan saja semua beri'tikaf dalam bingkai masing-masing. biar hati menyemai kenangannya sendiri. karna dia hanyalah hati. hanya hati.

kesadaran mengambang. dalam takaran yang sulit kucerna. ada siluet-siluet membayang. menghantamku. seperti mimpi buruk yang hendak menelan tubuh bulat-bulat. mengapa setiap tidur adalah mimpi buruk? mengapa setiap tersadar darinya adalah erangan panjang yang merisaukan?

dedaunan luruh. terserak. terlempar bersama hamas angin yang menerpa pepohonan. halaman rumahkupun penuh wara hijau-kekuningan darinya. hari yang tak seperti biasanya.
hari yang terasa sangat panjang kala aku merasa tak sanggup lagi memapah beban tubuhku sendiri. mataku sulit sekali terjaga dari subuh tadi. aku ingin tidur seharian. bermimpi sepanjang mata terpejam. hari yang lengang. tanpa ada ghirah seperti hari kemarin. tulang-tulangku melentur, seperti seutas karet. wajahku seperti jempel, kain yang dipakai mbak yun mengangkat panci! hehehe... dan tubuhku? ah... payah!!! dan hari ini, benar-benar hari yang mubadzir. bagaimana bisa 12 jam kuhabiskan dengan bermalas-malas? dan bagaimana bisa 12 jam terlewat dengan setumpuk pekerjaan yang terbengkalai?


.

Rabu, 12 Maret 2008

ranti, cinta dan aku

cinta mengetahui jalur-jalur tersembunyi
(pribahasa jerman)

kemanakah sepasang kekasih menuju?

pertanyaan ini merundungiku

aku merasa cocok dengan ranti meski kami kini berjauhan. kenangan bersamanya dan surat menyurat kami memperkuat keinginanku menghabiskan waktu dengannya. tetapi aku belum bisa merasa pasti sebab Ranti masih masih belum juga menegaskan kepastiannya

"semua mengalir, tak ada yang tetap. aku tak mau menetapkan semuanya terlalu cepat". Ranti menulis di suratnya yang terakhir.

aku memahami Ranti, tapu hatiku tak begitu rela menerima. aku memaksa diri memilih apa yang tak kutahu: hidup bersama Ranti. tidak meyakinkan memang, tapi sedikit membuat hatiku tenang. ada tujuan yang menarik hidupku kesana.

"aku tetap menjaga diriku terus bersamamu. hatiku terarah padamu Dit. aku berusaha terus. sekarang itu bukan usaha yang berat karena kamu memang menarik diriku untuk mengangenimu terus. hatiku hanya membayangkan dirimu dalam cerita2 cinta di dalamnya. setiap lamunan percintaan melandaku, kamu dan aku jadi bintang utama. aku menginginkanmu, mengharapkanmu bersamaku terus. tetapi apakah aku bisa memastikankita akan bersama terus?"

aku juga tidak Ran, tapi aku ingin memastikannya. sedikit membohongi diri, tak apa-apalah. tepatnya bukan kebohongan, tapi sugesti, berusaha meyakinkan diri untuk tetap tertuju padamu.

"cinta konon menggerakkan segalanya. memastikan dan menegaskan dengan ketabahan, keteguhan hati, kebaikan dan kelembutan. aku mencoba menyerap itu. aku mencoba menyerap itu. aku menghirupnya dengan sekujur tubuh. kedesakkan ke dalam sel-sel terkecilku. cuma tetap, belum berani menjanjikan kekekalan kita. apa yang kekal di dunia ini Dit?

cinta yang seteguh karang, kata orang, tahan di gempur ombak badai. cuma sekuat karang, cuma tahan gempuran ombak dan badai? tidak. cinta lebih kuat dari itu. tapi, tetap tak sekuat keabadian yang tak beawal dan berakhir. cuma Tuhan barangkali, sejauh kita percaya yang tak berujung dan berakhir. aku tak mau main-main dengan cinta kita, tak mau gegabah menentukan cerita, tak mau membatasi hatimu dan hatiku. aku mempertimbangkan semuanya hingga sampai pada satu kesimpulan tak dapat menentukan kepastian bagi kita. biar begitu akan tetap kujaga cinta kita, tetap kupelihara kau dan aku dalam ingatan dan penghayatanku. aku berjuang untuk selalu berkitar di seputarmu, entah sampaikapan, semampuku".

aku memahamimu, Ran. aku mengerti seluk beluk hidup yang kau pikirkan. aku mencoba terus memasuki liku-liku pikiranmu. dan akupun menemukan kesimpulan yang sama. hanya, tabahkah aku sepertimu yang menerima ketidak jelasan kita, menerima segala kemungkinan yang terjadi?

"kalau kamu percaya Dit, cinta mengetahui jalannya sendiri, jalur-jalur yang tersembunyi seperti banyak jalan lain yang tak terpahamkan. rezeki, karir, bencana, bahagia, dan jodoh, semuanya punya jalan yang tersembunyi. bukan karena kegaibannya, tapi karena keserbamungkinannya. ada banyak jalur yang mungkin di jalani seorang manusia. bagaimana kita bisa menetapkan satu jalur saja. bagaimana kita dengan semena-mena membuang jalur-jalur lain yang kita paksakan?

kelebihan cinta, konon ia mengetahui jalur-jalur tersembunyi itu. ia membimbing manusia melaluinya ketempat-tempat mandi cahaya, ke kisah-kisah penuh haru, ke pertemuan-pertemuan menggetarkan jiwa. jadi biarkan saja cinta yang mengatur jalan kita, Dit. biarkan cinta mengalirkan kita lewat sungai-sungai kemesraan ke tempat-tempat penuh keindahan. biarkan cinta saja."

aku mencoba percaya pada cinta, Ran. aku menyerahkan diri pada gelombangnya yang mengayun, bahkan menghempas kita sampai dimanapun. tetapi belum bisa kubuang perasaan cemas dan mendamba, menginginkanmu untukku saja. sedikit kepastian bisa kudapat dari cinta tapi hatiku meminta lebih. namun, akan kucoba terus menggembleng diri, hidup dalam ketidakpastian, ketidakjelasan. aku bersabar disini menunggumu sambil pelan-pelan membiasakan diri bertanya, "kemanakah sepasang kekasih menuju?" tanpa mendapatkan jawabannya.

pertanyaan itupun terus berlintasan. kemanakah jalannya sepasang kekasih, jalannya cinta menghanyutkan manusia? kemanakah tempat cinta Didit dan Ranti menuju? >>

(bagus takwin)


.

Selasa, 11 Maret 2008

sruput...

Entah apa yang istimewa dari segelas kopi, yang jelas saya menikmatinya.
Menikmati ketika harum aroma kopi bersamaan keluar dengan tabir uap tipis yang mengepuldari bibir gelas. Menikmati ketika rasa pahit kopi yang tak bisa tertutupi walaupun disandingkan dengan beberapa sendok gula, tercecap di ujung lidah.


Saya menikmati kopi apa adanya sebagai kopi, dan saya menikmati kopi dengan segala suasana yang diciptakannya, itu saja. Tak peduli, apakah kopi itu di sajikan di lapak papan tua di sebuah simpang di Aceh, disajikan di desa kecil di pucuk gunung di jawa, di gerobak angkringan yang hangat di Jogja, di sebuah kafe mungil di pojokan ibukota, ataukah di dasar lantai sebuah mall di Jakarta.


Kopi, sebuah berkah Tuhan yang sejarahnya dimulai dari sebuah negara di tanduk Afrika bernama Ethiopia. Sejarah biji kopi dimulai ketika Ali al-Shadili gemar meminum sari biji ini untuk membuatnya tetap terjaga demi menjalankan sholat malam.
Kini sejarah kopi berubah menjadi sebuah “komoditas”dari asal mula daerahnya yang bernama Kaffa di Ethiopia, dari mulanya berupa biji kopi yang dibeli seharga 2 (dua) Penny dari petani Ethiopia dan kemudian dijual di gerai-gerai bermerk “star***k” seharga 2 (dua) Pound kepada para konsumennya [itu sebabnya saya berpikir dua kali meminum kopi di gerai tersebut].


Lupakan soal komoditas, terlalu berat untuk obrolan ringan tentang kopi dalam halaman ini. kita bicara saja tentang kopi dan filosofinya, dan kisah-kisah di baliknya.


Lain tempat, lain pula cara menikmatinya. Bicara Eropa, bicara kopi, maka tak lepas dengan budaya mengopi penduduk Wina Austria dengan secangkir “wienner Melange” ditambah schalagobers atau krim manis diatasnya, dengan sebatang coklat “milka” dan sepotong Sacher Torte di dalam kafe yang hangat ketika di luar salju turun dengan suhu -10 derajat celcius.


Bicara Indonesia, bicara kopi, maka tak lepas dengan Aceh.


Betapa padatnya warung kopi di Aceh. Di Aceh, hampir di setiap pertemuan jalan, berdiri dua atau tiga kedai kopi disudutnya dan bila di jalan raya lurus memanjang, hampir setiap 50 atau 100 meter akan dijumpai kedai kopi yang berbeda. Bukan pemandangan aneh bila ada lima ruangan ruko yang berdiri, dua diantaranya berdiri kedai kopi, bahkan kedia-kedai kopi yang berbeda pemilik itu dapat menjalankan usahnya secara berdampingan secara harmonis. Setiap Kedai memiliki minimal 12 meja (setiap meja dapat menampung empat orang) sebagai tempat menikmati kopi. Keadaan seperti ini bukan saja terjadi di daerah pusat Kota Banda Aceh saja, tetapi juga sampai ke pelosok, sungguh pemandangan yang menarik.


Ngopi adalah bagian dari budaya dan cara orang Aceh bersosialisasi. Saya juga teramat yakin, meski saya bukan antropolog atau sosiolog handal, bila budaya minum kopi modern yang menginvansi budaya Aceh baru sebatas peminjaman istilah cafe untuk penamaan saja, tetapi bukan pada fungsi sosialnya apalagi bila hal itu dianggap fungsi budaya, masih terlalu jauh.


Kopi Aceh terasa lebih kental dan pekat di lidah saya, terasa lebih hitam dan berkarakter. Konon kopi Aceh bisa membuat orang yang meminumnya menjadi lebih “riang”, dan kopi Aceh ditenggarai tidak membuat jantung berdetak lebih kencang. Mungkin tipikal seperti itu memang khas tipikal kopi “robusta” sumatra.


Pernah suatu ketika, saya merasakannya. Menikmati kopi, di sebuah simpang yang ramai di Meulabouh, ditemani sepiring mie aceh, sebungkus rokok “antah berantah” dan ditemani beberapa orang teman, benar-benar suatu Malam hari yang sungguh ramai.


Lain di Aceh, lain pula di Jogja. Kalau anda pernah berkunjung ke angkringan, ada sebuah angkringan yang terkenal dengan racikan kopinya, angkringan tugu namanya. orang jogja menyebutnya dengan kopi joss. secangkir kopi yang hitam -super hitam- dengan kekentalan yang melebihi normal, puanass, dan masih ditambahi dengan -gilanya- sebongkah arang yang masih membara, yang diambil dari tungku yang menyala. Oleh pak’e penjual angkringan, dimasukkanlah sebongkah arang memerah itu ke dalam gelas kopi. Setelah itu desisan bunyi bara areng yang bertemu dengan cairan kopi terdengar, disertai dengan selapis asap putih yang mengepul dari bibir gelas…luar biasa…!!! Ditemani dengan sepiring jadah [ketan: red] bakar, beberapa bungkus rokok, di alasi tikar plastik di trotoar jalanan jogja, di malam yang terang dan tak berhujan, saya dan beberapa teman saya sungguh menikmatinya.


Kalau bicara Jakarta, tak terlalu asing rasanya kafe dengan berbagai macam pernak-perniknya, dari kafe bermodel klasik di seputaran cikini -sederetan dengan taman ismail marzuki-, hingga berbagai macam gerai kafe di seputaran mal-mal di jakarta


Tapi entahlah, entah mereka entah saya. mengopi tak sekedar melulu masalah gaya hidup. Cara mengopi saya masih terasa polos, dan tak bergaya. Mengopi bagi saya ya melulu mengopi, tanpa ada embel-embel merk, harga, gengsi atau apa.


Mengopi bagi saya hanyalah sekedar cerminan. Mengopi di awal hari sebagai sebuah tetenger bahwa hidup yang akan saya lewati nanti seharian, tak akan lebih pahit daripada kopi yang saya minum di pagi hari itu. Begitu pula dengan mengopi di Akhir hari juga sebagai cerminan, bahwa kegembiraan yang kita dapat, kebahagiaan yang kita peroleh, tak seharusnya membuat kita lupa diri, dan bila sekalinya saya lupa diri…. pahitnya kopi di akhir harilah yang menyadarkan saya…..

Jika selama ini Anda biasa menyeduh dengan cara menuangi bubuk kopi dengan air panas, kini cobalah terapkan jurus lain. Buatlah kopi dalam pot (cerek) yang langsung didihkan, jangan biarkan uapnya keluar dan gunakan cangkir kecil untuk meneguknya. Pasti enak……*sruputt*

sumber : dikutip dari berbagai artikel, Blog, buku, novel dari para penggemar kopi



.

angsa putih (ARWANA)

melangkah jauh kembara hati, sepi kurasakan sendiri
dipadang tandus tak kunjung henti, kerontang jiwaku merintih
telaga bening dan angsa putih, sendiri disitu bermain
izinkan aku ada disitu, beriring denganmu...bermain denganmu
bersatu denganmu, angsa putihku
janganlah jauh, kubawa kamu..kujaga kamu
bening di telaga
damai... biarlah bersamaku, biarlah bersamamu, abadi
aku... ingin slalu disitu, ingin slalu denganmu
bersama... manis angsa putihku

(kala djogja begitu membuat hanyut...)


.

qalb

hati..., adalah
oase bagi letih perjalanan

dermaga bagi angan yang berlayar
savana bagi mimpi yang terpasung
peraduan bagi keyakinan yang tercecer
beranda bagi langkah-langkah yang berpulang
samudra maha luas bagi setiap keinginan
kehangatan bagi jiwa yang meradang
kesejugan bagi raga-raga perindu
muara bagi burai tangis tak henti
rumah tempat berteduh kegelisahan
dan hanya hatiku kini...
menjadi tameng kerapuhanku


.

pengap

siang terik, tapi titik hujan jatuh sesekali. aku masih dalam perjalanan pulang ke rumah,setelah seharian menyamankan diri di rumah umi'. bau damen...batang-batang padi yang telah dipanen menusuk jantung. terhirup tak tersisa, tersangkut di rongga hati, menebar kenangan dari sekian ribu hari yang terlewat.

suasana yang masih saja sama dengan dahulu. tapi mengapa tak juga membetahkanku? aku ingin lari, dari segala titik yang membuat lukisan itu tergambar. aku ingin beranjak dari setiap jengkal yang membuat kita tak berjarak. ah, aku sangat ingin melihatmu...
mengapa tak pernah lagi ada, semenit saja terulang saat kamu duduk di balik pagar dengan gitar ditangan dan senyum untukku yang tertahan? kapan pulang.....?


.

Jumat, 07 Maret 2008

merangkum malam

"hujan...
melembutkan dirinya. mengalirkan bulir beningnya beruntun. mengisyaratkan pembangkangan terhadap siang. melibas keterbahakan matahari. maka matahari itupun tinggal mengintip risau, menjadi garis emas ditepian awan yang masih saja menggumpal"

waktu mendekati pukul 21.00 waktu kotaku. jalan-jalan semakin lengang. beberapa toko mulai menutup pintunya. beberapa anak muda mulai menyemut di tepian trotoar, mencari tempat yang benar-benar dapat menampung badan dan keinginan mereka malam ini. hanya indomaret yang masih terlihat gemerlap dengan lampu yang mampu menjadikan jalan beraspal di depannya ikut terang. malam yang dingin...setelah derai air yang terbuncah dari langit yang menangis sepanjang sore. siklus alam. terkadang terang benderang, terkadang terpejam dalam-dalam. hehehe... hanya saja terkadang kesendirianku menempatkan mendung dan gerimis itu dalam situasi yang tidak semestinya.

fffhhhhh... kog tiba-tiba berasa kosong ya? entah, isi bumi ini mulai beranjak ke peraduan serta habitatnya masing-masing, ataukah malam yang mulai lengang, sehingga mencetak kekosongan? atau justru barangkali aku yang merasa kosong di tengah-tengah gelap yang membayang? jangan-jangan... kekosongan itu ada karna tanpa sadar aku yang menciptakannya dalam diri sendiri. bukankah bumi ini tak pernah kosong? bukankah setiap matahari dan bulan melintas, selalu ada saja denyut kehidupan diantaranya?

kekosongan malam ini seperti kesunyian yang menetes. begitu sunyi, membekukan hati. aku ingin menjerit memecah waktu. melerai kelancangan angan-anganku, melerai segenap pengap yang menempuh bathin. tapi inilah ketentuan. inilah realitas halus dalam jalanku. semua telah tertulis, semua harus di jalani. aku merasa telah kehilangan dirinya, tanpa pernah memilikinya sebelumnya. perasaan semacam ini seringkali membuatku linglung dan sakit. perihnya seperti sedang menggulirkan badai dalam hati. dan aku hanya terus berusaha mengekang segala kenakalan dari mimpi yang terus saja menggoda untuk ku jadikannya nyata.

udara yang sangat dingin. sebenarnya aku masih ingin menghirupnya, meraupnya, memasoknya ke rongga jantung paling dalam. biar semua kesejukan malam ini bergema di palungnya. mencipta sensasi tersendiri disana. kalau saja abiq masi mau kuajak nongkrong di trotoar Jl. Ayani selatan sana (langgananku ngopi...kangen bu', lom sempat mampir), pasti "vario kreditan" ku dah meluncur cepat kesana. dan pasti senyum ramah pemilik warung lengkap beserta meja segi panjang kecil serta tikar lusuh di sana akan menyambutku dengan suka cita! (hehehe... narsis). kapan yo...

sudah 21.00 lewat. beberapa orang dalam rumah masih terjaga, nonton film horor lokal yang enggak banget menurutku, termasuk putra tercintaku abiq. sampai di sini, keinginanku menyeruput kopi tubruk di A. Yani masih saja kuat! (ddduh, jadi kepikiran nih...hehehe)

.

nyanyian batang putih

kreteeekkk...
tersulut engkau
kian merapati bibir
yang hampir saja kering
menghimpunmu berkali-kali
karna perih enggan pergi

kreteeekkk...
riang gaduhmu
meninggalkan hitam
meninggalkan silinder panjang
meninggalkan awan kelam
di antara dinding kamar

kreteeekkk...
begitulah kesetiaanmu
memalingkan galauku
keluguanmu, kepasrahanmu
pada sepuluh jariku
tak tertandingi

kreteeekkk...
hatipun ikut mendesah...kreteeekkk
terbungkus rindu dan pilu, barakan hampa
meninggalkan hitam
meninggalkan awan kelam
sepertimu

kreteeekkk...
jatuhlah jasadku
terhempaskan begitu saja
di teluk sunyi yang telah sarat
dengan serakan
semisal kronologi...kehancuranmu

.

Kamis, 06 Maret 2008

ggguaring!

Tes..tes… menghalau perih.
mataku terbelalak, tapi tak henti berpeluh.
aku terasing dalam diri sendiri.
aku terbuang diantara pelukan.
Tanpa sadar jemariku bermain di ujung2 rambut,
mempermainkan waktu yg mecibirku.
huahahahaaa... akupun terbahak oleh diri sendiri.
langit menggulungkan rona biru ke ujung.
seolah menyindirku,
dia hadirkan siluet jingga ke hadapanku.
membuat kerontang aku, seketika.
Ah...alam ini selalu saja
menjebakku dalam detik-detik yang melelahkan.

.............................aku benar benar ingin sendiri


secangkir kopi

Sesempurna apapun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan. Dan disanalah kehebatan kopi tiwus…memberikan sisi pahit yang membuatmu melangkah mundur, dan berpikir. (DEE)

terkadang kehidupan hadir kepadaku seperti secangkir kopi. begitu panas,tapi menghangatkan. begitu hitam,tapi melegakan. begitu kental,tapi mencairkan. begitu sedikit,tapi berlimpah.