Senin, 17 Maret 2008

jangan pergi

menagkap gerikmu yang
menghentak-hentak
menyelami diriku, yang tiba-tiba
dangkal menyemai gelombangmu
hati tiba-tiba mendesah kalut
menepuk-nepuk kejengahan
aku gontai,
ada apa denganku...?
aku mencarimu dari waktu ke waktu
merengkuhmu dalam keruh kalimat-kalimat
merangkulmu dalam pelukan yang samar
meraihmu diantara angin
menemukanmu pada hati yang berbolak-balik
semua tentangmu
seharusnya ada dalam diriku
tapi mengapakah
engkau hilang dariku...?

.

2 komentar:

eb.32 mengatakan...

Aku sedang menikmati
Bersahabat dengan perasaan ataukah kegalauan
Pada tiap perjalanan yang kau gurat
Entahkah mimpi atau menunggu janji
Tapi aku benar-benar menikmati
Tepi dunia yang terkoyah
Dab Berdiri diantara Serpihan Hari

NDUK..... AKU TELAH MELIHAT
Sebutir embun tergelincir diteras rumah. Terpapah oleh dahan dan ranting-ranting pepohonan yang mulai meranggas. Musim kemarau ini menjadikan udara terasa sangat kering, membuat rongga nafas tersendak debu yang kian hari kian mengerak. Padahal baru saja, hujan turun menunggu pagi.

Nduk...Aku telah melihat..
Rumput-rumput tak lagi menghijau, meremukkan tubuhnya agar tak mati disuatu hari. Sementara burung-burung terpaku kumal, dengan bulu-bulu yang terbalut lusuh. Kicau mereka terdengar begitu parau, dan cericit suaranya semakin tertahan.

Nduk....Pagi ini aku mendiamkan...
Sebuah meja makan ditengah ruangan terlihat sepi. Tak ada lagi riuh rendah suara anak-anak yang bercanda sambil berkejaran berebut makanan.
Senyum manis yang biasanya melekat disisa-sisa ingatan, kini mulai lapuk terbawa angina musim yang terus berubah.
Nduk...
Ini adalah pagi yang gersang. Tak nampak lagi kepulan asap berkelok dari cangkir kopi panas diteras rumah. Saat ia tertimpa sinar matahari yang basah. Apalagi senyum seorang gadis cantik yang selalu menyuguhkan keluguan kasihnya dimeja-meja pengharapan. Hanya gurat kenangan yang sesekali masih terlihat membekas didinding-dinding rumah yang mulai retak. Terbebani oleh kesaksian yang mungkin terlalu menyakitkan. Hingga tembok-tembok retak itu berusaha tetap berdiri, meski diam, dan membisu batu.

Kerinduan, itulah desahku diam-diam. Tatkala tak kutemukan masa lalu itu dihari ini. Namun masih ada sepasang tungku api yang menyala disela keretakan bilik hati, meski nampak gelap. Kilaunya menyambar-nyambar dinding-dinding lapuk tempat bersembunyinya kesunyian jiwa. Menelusup diantara rongga pekat perasaan yang mengatup. Membuat rahim kegalauan tak lagi mampu terjamah. Kering, gelap tanpa harap.

Nduk....
Namun aku belajar pada matahari.
Perjalanan tak membuatnya jera.
Karena pagi selalu ia suguhkan.
Dengan nuansa dan aurora yang berbeda.
Meski semalam,,,
Ia kesal mendendam kelam

Terimakasih atas kesediaan
bertukar kata diantara keterasingan
Jika kelak kutemukan jendela mimpi
akan aku ceritakan padamu
tiap gurat yang kutemui diluar rumah

Tulisanmu bagus
jika diperkenankan
aku akan mendampinginya

eb.32 mengatakan...

Aku kemarin mengirimkan beberapa kata untukmu.Tapi saat pengiriman sedang diproses, tiba-tiba batrek laptopku abis. Langsung drop. Yang aku pikir, kalau-kalau kiriman itu jatuh tercecer dijalan.

Salut

aku ikut menikmati apa yang kamu sampaikan dalam tulisanmu.

Untuku jangan terlalu memuji
Aku hanya sekedar menuangkan pikiran yang kadangkala terasa penat. Temanku bilang. Puisi adalah kata-kata sial yang dibuang oleh penulisnya.

Salam kenal